Senin, 20 Oktober 2014

Martin Heidegger



Martin Heidegger

Masa Kecil Heidegger


Martin Heidegger adalah seorang filsuf yang berasal dari negara Jerman. Ia lahir pada tanggal 26 September 1889 di Messkirch. Heidegger adalah seorang penganut agama Katolik Roma. Ayahnya adalah seorang pengurus gereja di Messkirch dan merupakan pengikut Konsili Vatiakan Pertama pada tahun 1870.  
Heidegger berasal dari kelurga yang kurang mampu, oleh karena itu ia memutuskan untuk masuk ke seminari Jesuit, namun setelah beberapa minggu ia dikeluarkan dari seminari, alasan ia dikeluarkan adalah penyakit di jantungnya. Heidegger berperawakan pendek dan berotot dengan mata gelap yang tajam. Dia menikmati waktunya diluar dan sangat ahli dalam ski
            Heidegger akhirnya berkuliah di University of Freiburg mengambil jurusan teologi dengan dibiayai dari gereja, namun akhirnya ia memilih untuk mempelajari filsafat. Heidegger dipengaruhi oleh paham Neo-Thomism dan Neo-Kantianism dalam penulisan tesis doktoralnya dalam Psychologism pada tahun 1914 dan di tahun 1916, ia juga menyelesaikan venia legendi dengan tesis Duns Scotus yang dipengaruhi oleh Heinrich Rickert dan Edmund Husserl. Heidegger bekerja sebagai seorang dosen luar yang tidak dibayar selama 2 tahun.  Ia menjadi tentara di akhir Perang Dunia I, ia juga mendukung pidato Nazi tentang Kejantanan Bela Diri sehingga menimbulkan banyak kritik dalam pengabdiaanya di Perang Dunia I.

          Karier

Text Box: Gambar 2
Add caption
Pada tahun 1923, Heidegger terpilih sebagai Extraordinary Professorship dalam ilmu Filosofi di University of Marburg dan bersama dengan rekan-rekannya, Rudolf Bultmann, Nicolai Hartmann dan Paul Natorp. Murid-murid yang ia ajar di University of Marburg antara lain Hans-Georg Gadamer, Hannah Arendt, Karl Lowith, Gerhard Kruger, Leo Strauss, Jacob Klein, Gunther Anders, dan Hans Jonas. Ia mengembangkan pahamnya tentang “Ada” dengan dasar dari Aristoteles. Heidegger mengembangkan teori “Ada” sampai pada dimensi sejarah dan “Ada” yang konkret yang ia dapat dari tokoh-tokoh Kristiani seperti Santo Paul, Luther, Santo Agustine dari Hippo dan Kierkegaard. Dia juga membaca karya-karya Husserl, Dilthey dan Max Scheler.
            Setelah Perang Dunia I pada tahun 1927, Heidegger mempublikasikan karyanya mengenai “Ada” dan “Waktu” (Sein und Zeit). Husserl memutuskan untuk pensiun sebagai Professor of Philosophy dan bersamaan dengan itu Heidegger menyetujui Freiburg sebagai pelanjutnya pada tahun 1928. Heidegger menolak semua tawaran pekerjaan dan memutuskan untuk tinggal di Freiburg im Breisgau sepanjang hidupnya. Pada tanggal 21 April 1933, Heidegger terpilih menjadi rektor Humboldt University of Berlin. Heidegger juga bergabung dalam National Socialist Germany Workers’ (NAZI) pada tanggal 1 Mei. Pada saat pelantikannya sebgai rektor pada tanggal 27 Mei 1933, Heidegger mendukung revolusi Jerman dan pada tahun yang sama ia menyampaikan pidatonya yang menyatakan dukungan kepada Adolf Hitler kepada mahasiswanya. Namun, pada tahun 1934 Heidegger mundur dari jabatannya sebagai rektor, tapi masih menjadi anggota Nazi hingga tahun 1945.Menurut ahli sejarah Richard J. Evans, Heidegger keluar dari Nazi karena keinginannya untuk menjadi filsuf dalam kelompok Nazi ditentang oleh Alfred Rosenberg. (Korab-Karpowicz)

Setelah Perang Dunia

            Pada akhir 1946 Perancis mengadakan épuration légale, Perancis mengadakan pembersihan secara militer serta melarang Heidegger untuk mengajar di universitas karena keterlibatannya dalam kelompok Nazi. Larangan ini berlanjut hingga Maret 1949, sampai ia menyatakan tentang Mitläufer (dua kategori terbawah dari 5 kategori yang memberatkan rezim Nazi). Tidak ada tuntutan hokum yang diberikan pada Heidegger. Ini membuat Heidegger bisa kembali mengajar di Freiburg University saat semester musim dingin pada tahun 1950-1951. Ia mengajar secara tetap pada tahun 1951 sampai 1958 dan karena diundang oleh universitas, ia mengajar hingga tahun 1967.

Kehidupan Pribadi

Text Box: Gambar 3            Heidegger menikahi Elfride Petri pada tanggal 21 Maret 1917 secara Katolik yang disahkan oleh temannya, Engelbert Krebs, dan ia juga melaksanakan upacara secara Kristen Protestan seminggu kemudian karena merupakan agama yang dianut kedua orang tua dari pihak wanita.Anak laki-laki pertama Heidegger, Jorg lahir ditahun 1919.
            Heidegger juga memiliki hubungan percintaan dengan dua wanita lain yaitu Hannah Arendt dan Elisabeth Blochmann. Arendt adalah anak keturunan Yahudi, sedangkan Blochmann memiliki keturunan Yahudi, ini menyebabkan penyiksaan kepada mereka yang berasal dari petugas Nazi. Heidegger membantu Blochmann untuk keluar dari Jerman sebelum Perang Dunia II dan tetap melakukan kontak kepada kedua wanita itu setelah perang berakhir.
            Heidegger menghabiskan banyak waktu di rumah peristirahatannya di Todnauberg, di tepi Black Forest. Heidegger menganggap bahwa tempat terpencil merupakan tempat terbaik untuk menghasilkan pemikiran filosofis.
            Beberapa bulan sebelum kematiannya, ia bertemu dengan seorang pastor, Bernhard Welte. Pastor ini membicarakan hubungan Heidegger dengan Gereja Katolik. Heidegger meninggal pada tanggal 26 Mei 1976, dan dimakamkan di Pemakaman Messkrich disamping pemakaman orangtuanya dan saudara lelakinya. (References)

Filsafat

Text Box: Gambar 3Text Box: Gambar 4            Heidegger mengemukakan pendapatnya tentang “Ada” dan “Waktu”. Ia menolak cara metafisika lama yang menyatakan bahwa “Ada” (Sein) itu sama dengan adaan atau yang ada (Seinde). Paham ini telah berkembang dalam filsafat semenjak zaman Yunani. Dalam pemahaman Heidegger, perkembangan filsafat telah melupakan arti “Ada” yang sebenarnya (Seinsvergessenheit). Filsafat tradisional hanya membicarakan “yang ada” tapi tidak pernah sampai pada “Ada”. Kesalahan ini terjadi karena metafisika dan cara berpikir filsafat yang selalu “membayangkan” (vorstellendes Denken), yakni dengan selalu meletakkan “Ada” sebagai suatu kehadiran diantara “adaan-adaan” lainnya. Cara berpikir demikian mempunyai kelemahan karena menganggap bahwa dimensi waktu adalah sesuatu yang statis, tetap, diam, abadi. Dengan demikian metafisika tradisional telah gagal dalam menjelaskan persoalan “Ada” yang fundamental, yakni “Ada yang mengada”.
            Dalam pencariannya terhadap makna “Ada” Heidegger mempertanyakan “Ada”nya makhluk satu-satunya yang mempersoalkan “Ada” yakni manusia. Heidegger menganggap manusia tidak sebagai subjek, pribadi, aku ataupun kesadaran melainkan“Dasein” (ada di situ). Dalam arti ini eksistensi manusia diterangkan dalam kerangka “Ada” tetapi berbeda dari adaan-adaan (yang ada) lainnya karena Dasein mempunyai kedudukan yang istimewa . Dasein memiliki hubungan yang erat sekali dengan “Ada”, oleh sebab itu perlu pemahaman terhadap manusia untuk memahami “Ada”.
            Manusia sebagai “Dasein” merupakan “eksistensi” yang terlempar “ada”nya, karena ia tidak bisa memilih sendiri keberadaannya. Ia mendapatkan dirinya sudah ada dalam situasi tertentu, diluar inisiatifnya sendiri. Dengan cara ini, ia mendapatkan dirinya dalam dunia (in der Welt sein). Ini menjadi dasar yang sangat penting yang sering kali dilupakan oleh filsuf-filsuf lainnya yang membahas sifat hakiki manusia sehingga filsuf-filsuf tersebut memperoleh rumusan yang abstrak. Ciri ini menjadi ciri dasar yang harus diperhatikan karena manusia adalah makhluk yang resah dan prihatin (Sorge). Manusia tidak bisa tinggal diam dan nyaman di dunia ini, ia mengalami keresahan untuk bergerak, untuk mengurus dunia dan untuk menanganinya. Dalam hidup manusia, dunia yang dihadapi adalah dalam wujud benda-benda, barang-barang disekitarnya. Benda-benda (Vorhandenes) itupun dibuat dengan alat-alat (Zuhandenes) yang diciptakannya. Manusia menghilangkan keresahannya dengan mencurahkan perhatian pada barang-barang. Tetapi dengan cara ini, manusia bisa lupa akan “Ada” dan tenggelam dalam “adaan”
            Heidegger berusaha menjelaskan eksistensi manusia dalam kerangka temporalitasnya (Zeitlichkeit) yang artinya seluruh keprihatinan manusia sebagai eksistensi itu dimengerti sebagai keberlangsungan dalam waktu. Manusia bermula dari ketiadaan, ditempatkan dalam dunia untuk menghayati waku dan bahkan diarahkan pada ketiadaan lagi (kematian). Hidupnya tidak lebih dari berada menuju kematian (Sein zum Tode). Dalam situasi seperti inilah ada bahaya manusia tidak mau lagi mendalami tugasnya, tenggelam dalam adaan, dalam kesibukan (dan dalam massa) serta kehilangan keasliannya.
            Pada periode berikutnya Heidegger mengupas “Ada” dari kata Yunani : aletheia, yang tidak bertopeng, yang benar. Cara lain untuk menjelaskan “Ada” adalah yang disebut Heidegger sebagai “Pembedaan Ontologis” (Ontologische Differenz). Dalam filsafat tradisional telah melupakan “Ada” dengan menyamakannya dengan adaan-adaan yang lain. Misalnya kalau mereka menjelaskan Tuhan sebagai penyebab pertama (Causa Prima). Dalam hal ini, kelebihan Tuhan dibandingkan dengan yang lain hanyalah ia mendahului yang lain. Perbedaan lainnya, Tuhan dianggap penyebab dirinya (Causa Sui), tetapi pada hakekatnya hubungan sebab akibat ini hanya menempatkan Tuhan pada horizon yang sama dengan yang lain dalam rentetan kejadian. Pembedaan ini hanya berdasarkan kualitatif saja. Pembedaan seperti ini tidak radikal karena tidak memperlihatkan perbedaan ontologis yang sungguh-sungguh. Yang dimaksud Heidegger dengan “Pembedaan Ontologis” adalah perbedaan horizon antara “Ada” dengan adaan, sehingga praktis tak terbandingkan lagi antara keduanya.
            Heidegger mencoba dengan berbagai cara untuk membuka misteri “Ada”, dengan analisa bahasa, pemikiran, karya seni, metafisika, teknik, dan sebagainya. Pada intinya manusia tidak boleh melupakan tugas pokoknya untuk mengarahkan diri pada “Ada” dengan menenggelamkan diri hanya pada tindakan-tindakan yang sementara. (SJ, 1994)

Tokoh yang Menginspirasi Heidegger

            Buku pembahasan “kegunaan dari kata Ada oleh Aristoteles”  dari Franz Brentano menjadi sumber atas pandangan Heidegger terhadap “Ada”. Tokoh yang menjadi tuntunan Heidegger lainnya adalah Edmund Husserl. Edmud Husserl adalah seorang filsuf yang sangat tidak tertarik pada pertanyaan sejarah filosofis.  Husserl menyatakan bahwa semua filosofi bisa dan seharusnya adalah deskripsi dari pengalaman, sesuai slogan “kepada hal itu sendiri”. Tetapi Heidegger memaknai bahwa pengalaman adalah sesuatu yang sudah terdapat di dunia dan berada dalam “Ada”. Husserl mengatakan bahwa “kesadaran” itu sesuatu yang disadari dan sengaja dilakukan, pemahaman ini diubah dalam filosofi Heidegger, menjadi pemikiran bahwa pengalaman berdasarkan “peduli”. Ini adalah dasar dari analisa eksistensi Heidegger saat ia mengembangkan “Ada” dan “Waktu”. Heidegger mempertanyakan bahwa deskripsi “pengalaman” yang benar memerlukan “Ada” untuk siapa.
            Selain itu ada juga Santo Agustine dari Hippo yang mendasari pemikiran filsafat Heidegger. Santo Agustine mengatakan bahwa “Ada” dan “Waktu” adalah sesuatu yang terikat bersama, subjektif dan relatif. Kierkegaard juga memberikan pedoman besar bagi Heidegger di bidang konsep ekstensialisme.
  



Daftar Pustaka

Korab-Karpowicz, W. J. (n.d.). IEP. Retrieved October Monday, 2014, from http://www.iep.utm.edu/heidegge/
References. (n.d.). Retrieved October Monday, 2014, from wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Heidegger
SJ, J. M. (1994). Fil Kontemporer Neo Maxirsme Etika Epistemologi. Yogyakarta: Owned.



0 komentar:

Posting Komentar