Martin Heidegger
Masa Kecil Heidegger

Heidegger berasal dari kelurga yang
kurang mampu, oleh karena itu ia memutuskan untuk masuk ke seminari Jesuit,
namun setelah beberapa minggu ia dikeluarkan dari seminari, alasan ia
dikeluarkan adalah penyakit di jantungnya. Heidegger berperawakan pendek dan
berotot dengan mata gelap yang tajam. Dia menikmati waktunya diluar dan sangat
ahli dalam ski
Heidegger
akhirnya berkuliah di University of Freiburg mengambil jurusan teologi dengan
dibiayai dari gereja, namun akhirnya ia memilih untuk mempelajari filsafat.
Heidegger dipengaruhi oleh paham Neo-Thomism dan Neo-Kantianism dalam penulisan
tesis doktoralnya dalam Psychologism pada tahun 1914 dan di tahun 1916, ia juga
menyelesaikan venia legendi dengan tesis
Duns Scotus yang dipengaruhi oleh
Heinrich Rickert dan Edmund Husserl. Heidegger bekerja sebagai seorang dosen
luar yang tidak dibayar selama 2 tahun.
Ia menjadi tentara di akhir Perang Dunia I, ia juga mendukung pidato
Nazi tentang Kejantanan Bela Diri sehingga menimbulkan banyak kritik dalam
pengabdiaanya di Perang Dunia I.
Karier
![]() |
Add caption |

Setelah Perang Dunia
Pada akhir
1946 Perancis mengadakan épuration légale, Perancis mengadakan pembersihan secara
militer serta melarang Heidegger untuk mengajar di universitas karena
keterlibatannya dalam kelompok Nazi. Larangan ini berlanjut hingga Maret 1949,
sampai ia menyatakan tentang Mitläufer (dua kategori terbawah dari 5 kategori yang
memberatkan rezim Nazi). Tidak ada tuntutan hokum yang diberikan pada
Heidegger. Ini membuat Heidegger bisa kembali mengajar di Freiburg University
saat semester musim dingin pada tahun 1950-1951. Ia mengajar secara tetap pada
tahun 1951 sampai 1958 dan karena diundang oleh universitas, ia mengajar hingga
tahun 1967.
Kehidupan Pribadi


Heidegger juga memiliki hubungan percintaan dengan dua wanita lain yaitu Hannah Arendt dan Elisabeth Blochmann. Arendt adalah anak keturunan Yahudi, sedangkan Blochmann memiliki keturunan Yahudi, ini menyebabkan penyiksaan kepada mereka yang berasal dari petugas Nazi. Heidegger membantu Blochmann untuk keluar dari Jerman sebelum Perang Dunia II dan tetap melakukan kontak kepada kedua wanita itu setelah perang berakhir.
Heidegger menghabiskan banyak waktu di rumah peristirahatannya di Todnauberg, di tepi Black Forest. Heidegger menganggap bahwa tempat terpencil merupakan tempat terbaik untuk menghasilkan pemikiran filosofis.
Beberapa bulan sebelum kematiannya, ia bertemu dengan seorang pastor, Bernhard Welte. Pastor ini membicarakan hubungan Heidegger dengan Gereja Katolik. Heidegger meninggal pada tanggal 26 Mei 1976, dan dimakamkan di Pemakaman Messkrich disamping pemakaman orangtuanya dan saudara lelakinya. (References)
Filsafat



Dalam
pencariannya terhadap makna “Ada” Heidegger mempertanyakan “Ada”nya makhluk
satu-satunya yang mempersoalkan “Ada” yakni manusia. Heidegger menganggap
manusia tidak sebagai subjek, pribadi, aku ataupun kesadaran melainkan“Dasein”
(ada di situ). Dalam arti ini eksistensi manusia diterangkan dalam kerangka
“Ada” tetapi berbeda dari adaan-adaan (yang ada) lainnya karena Dasein
mempunyai kedudukan yang istimewa . Dasein
memiliki hubungan yang erat sekali dengan “Ada”, oleh sebab itu perlu pemahaman
terhadap manusia untuk memahami “Ada”.
Manusia
sebagai “Dasein” merupakan
“eksistensi” yang terlempar “ada”nya, karena ia tidak bisa memilih sendiri
keberadaannya. Ia mendapatkan dirinya sudah ada dalam situasi tertentu, diluar
inisiatifnya sendiri. Dengan cara ini, ia mendapatkan dirinya dalam dunia (in der Welt sein). Ini menjadi dasar
yang sangat penting yang sering kali dilupakan oleh filsuf-filsuf lainnya yang
membahas sifat hakiki manusia sehingga filsuf-filsuf tersebut memperoleh
rumusan yang abstrak. Ciri ini menjadi ciri dasar yang harus diperhatikan
karena manusia adalah makhluk yang resah dan prihatin (Sorge). Manusia tidak bisa tinggal diam dan nyaman di dunia ini, ia
mengalami keresahan untuk bergerak, untuk mengurus dunia dan untuk
menanganinya. Dalam hidup manusia, dunia yang dihadapi adalah dalam wujud
benda-benda, barang-barang disekitarnya. Benda-benda (Vorhandenes) itupun dibuat dengan alat-alat (Zuhandenes) yang diciptakannya. Manusia menghilangkan keresahannya
dengan mencurahkan perhatian pada barang-barang. Tetapi dengan cara ini,
manusia bisa lupa akan “Ada” dan tenggelam dalam “adaan”
Heidegger
berusaha menjelaskan eksistensi manusia dalam kerangka temporalitasnya (Zeitlichkeit) yang artinya seluruh
keprihatinan manusia sebagai eksistensi itu dimengerti sebagai keberlangsungan
dalam waktu. Manusia bermula dari ketiadaan, ditempatkan dalam dunia untuk
menghayati waku dan bahkan diarahkan pada ketiadaan lagi (kematian). Hidupnya
tidak lebih dari berada menuju kematian (Sein
zum Tode). Dalam situasi seperti inilah ada bahaya manusia tidak mau lagi
mendalami tugasnya, tenggelam dalam adaan, dalam kesibukan (dan dalam massa)
serta kehilangan keasliannya.
Pada
periode berikutnya Heidegger mengupas “Ada” dari kata Yunani : aletheia, yang tidak bertopeng, yang
benar. Cara lain untuk menjelaskan “Ada” adalah yang disebut Heidegger sebagai
“Pembedaan Ontologis” (Ontologische
Differenz). Dalam filsafat tradisional telah melupakan “Ada” dengan
menyamakannya dengan adaan-adaan yang lain. Misalnya kalau mereka menjelaskan
Tuhan sebagai penyebab pertama (Causa Prima). Dalam hal ini, kelebihan Tuhan
dibandingkan dengan yang lain hanyalah ia mendahului yang lain. Perbedaan
lainnya, Tuhan dianggap penyebab dirinya (Causa
Sui), tetapi pada hakekatnya hubungan sebab akibat ini hanya menempatkan
Tuhan pada horizon yang sama dengan yang lain dalam rentetan kejadian.
Pembedaan ini hanya berdasarkan kualitatif saja. Pembedaan seperti ini tidak
radikal karena tidak memperlihatkan perbedaan ontologis yang sungguh-sungguh.
Yang dimaksud Heidegger dengan “Pembedaan Ontologis” adalah perbedaan horizon
antara “Ada” dengan adaan, sehingga praktis tak terbandingkan lagi antara
keduanya.
Heidegger
mencoba dengan berbagai cara untuk membuka misteri “Ada”, dengan analisa
bahasa, pemikiran, karya seni, metafisika, teknik, dan sebagainya. Pada intinya
manusia tidak boleh melupakan tugas pokoknya untuk mengarahkan diri pada “Ada”
dengan menenggelamkan diri hanya pada tindakan-tindakan yang sementara. (SJ, 1994)
Tokoh yang Menginspirasi Heidegger
Buku pembahasan “kegunaan dari kata
Ada oleh Aristoteles” dari Franz
Brentano menjadi sumber atas pandangan Heidegger terhadap “Ada”. Tokoh yang
menjadi tuntunan Heidegger lainnya adalah Edmund Husserl. Edmud Husserl adalah
seorang filsuf yang sangat tidak tertarik pada pertanyaan sejarah
filosofis. Husserl menyatakan bahwa
semua filosofi bisa dan seharusnya adalah deskripsi dari pengalaman, sesuai
slogan “kepada hal itu sendiri”. Tetapi Heidegger memaknai bahwa pengalaman
adalah sesuatu yang sudah terdapat di dunia dan berada dalam “Ada”. Husserl
mengatakan bahwa “kesadaran” itu sesuatu yang disadari dan sengaja dilakukan,
pemahaman ini diubah dalam filosofi Heidegger, menjadi pemikiran bahwa
pengalaman berdasarkan “peduli”. Ini adalah dasar dari analisa eksistensi
Heidegger saat ia mengembangkan “Ada” dan “Waktu”. Heidegger mempertanyakan
bahwa deskripsi “pengalaman” yang benar memerlukan “Ada” untuk siapa.
Selain itu ada juga Santo Agustine dari Hippo yang mendasari pemikiran filsafat Heidegger. Santo Agustine mengatakan bahwa “Ada” dan “Waktu” adalah sesuatu yang terikat bersama, subjektif dan relatif. Kierkegaard juga memberikan pedoman besar bagi Heidegger di bidang konsep ekstensialisme.
Selain itu ada juga Santo Agustine dari Hippo yang mendasari pemikiran filsafat Heidegger. Santo Agustine mengatakan bahwa “Ada” dan “Waktu” adalah sesuatu yang terikat bersama, subjektif dan relatif. Kierkegaard juga memberikan pedoman besar bagi Heidegger di bidang konsep ekstensialisme.
Daftar Pustaka
Korab-Karpowicz, W. J. (n.d.). IEP. Retrieved
October Monday, 2014, from http://www.iep.utm.edu/heidegge/
References. (n.d.). Retrieved October Monday, 2014,
from wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Heidegger
SJ, J. M. (1994). Fil Kontemporer Neo Maxirsme
Etika Epistemologi. Yogyakarta: Owned.
0 komentar:
Posting Komentar