Minggu, 02 November 2014

Pert 5 :Fallacia (Kesesatan Pemikiran)

DEFINISI
Fallacia adalah kesalahan pemikiran dalam logika, bukan karena kesalahan fakta tapi kesalahan dalam kesimpulan karena penalaran yang tidak sehat.

JENIS
Kesesatan Formal : kesesatan yang terjadi atas pelanggaran norma, prinsip dan kaidah.
Contoh : 
Semua penodong berwajah seram.
Semua pengamen berwajah seram.
Jadi, semua pengamen adalah penodong.

Kesesatan Informal : Kesesatan yang terjadi dalam penggunaan bahasa.
  • Penempatan kata depan yang keliru ; Antara hewan dan manusia memiliki perbedaan
  • Mengacau posisi subjek atau predikat ; Karena tidak mengerjakan PR, guru menghukum anak itu.
  • Ungkapan yang keliru ; Penjahat kawakan itu berhasil diringkus polisi minggu lalu.
  • Amfiboli : sesat karena struktur kalimat bercabang ; Susi, anak Pak Anto yang sakit jiwa kabur dari rumah.
  • Kesesatan aksen/prosodi : sesat karena penekanan yang salah dalam kalimat ; misalkan ada peraturan "Anda tidak boleh mengganggu anak tetangga anda"; Budi bukan anak tetangga anda, jadi anda boleh mengganggu Budi.
  • Kesesatan bentuk pembicaraan:sesat krn org menyimpulkan kesamaan konstruksi juga berlaku bagi yang lain. Mis. Berpakaian artinya memakai pakaian. Bersepeda artinya memakai sepeda. Maka, beristeri artinya memakai isteri. 
  • Kesesatan aksiden: yang aksidental dikacaukan dengan hal yang hakiki. Mis. Sawo matang adalah warna. Orang Indonesia itu sawo matang. Maka, Orang Indonesia itu adalah warna.  
  •  Kesesatan karena alasan yang salah: Konklusi ditarik dari premis yang tak relevan. 
 Kesesatan Presumsi


       Generalisasi tergesa-gesa: Orang Padang pandai memasak.

       Non sequitur (belum tentu): Memang saya tidak lulus karena beberapa hari yang lalu saya berdebat dengan dosen tersebut.
       Analogi palsu:Membuat isteri bahagia seperti membuat hewan piaraan bahagia dengan membelai kepalanya dan memberi banyak makan.
       Penalaran melingkar (petitio principii): Manusia merdeka karena ia bertanggungjawab dan ia bertanggungjawab karena ia merdeka.
       Deduksi cacat: Barangsiapa sering memberi sumbangan, maka dia pasti orang baik. Andi pasti orang baik.
       Pikiran simplistis: Karena ia tidak beragama, maka ia pasti tidak bermoral.

  Menghindari Persoalan



       Argumentum ad hominem: Jangan percaya omongannya karena ia bekas narapidana.

       Argumentum ad populum: Anda lihat banyak ketidakadilan dan korupsi, maka Partai Nasdem adalah partai masa depan kita.
       Argumentum ad misericordiam: Seorang terdakwa meminta keringanan hukuman karena mengaku punya banyak tanggungan.
       Argumentum ad baculum: Karena beda pendapat, suka meneror orang lain.
       Argumentum ad auctoritatem: Mengutip pendapat Freud mengenai psikoanalisa.
       Argumentum ad ignorantiam: Bila tidak bisa dibuktikan bahwa Tuhan itu ada, maka Tuhan tidak ada.
       Argumen utk keuntungan seseorang: Seorang pengusaha berjanji mau membiayai kuliah, bila mahasiswi mau dijadikan isteri.
       Non causa pro causa: Orang sakit perut setelah menghapus sms berantai, maka dia menganggap itu sebagai penyebabnya.

 Kesesatan Retoris
 


       Eufemisme/disfemisme: Pembangkang yang dianggap benar disebut reformator. Bila tidak disenangi maka disebut anggota pemberontak.
       Penjelasan retorik: Dia tidak lulus karena tidak teliti mengerjakan  soal.
       Stereotipe: Orang Jawa penyabar. Orang Batak suka menyanyi.
       Innuendo: Saya tidak mengatakan makanan tidak enak, tapi mau mengatakan lukisan itu bagus.
       Loading question: Apakah Anda masih tetap merokok?
       Weaseler: Tiga dari empat dokter menyarankan bahwa minum itu memperlancar pencernaan.
       Downplay: Jangan anggap serius omongannya karena dia hanya buruh bangunan.
       Lelucon/sindiran
       Hiperbola: membesar-besarkan.
       Pengandaian bukti:studi menunjukkan.
       Dilema semu: Tamu yang menolak kopi, langsung disuguhi sirup.


Diambil dari ppt Fallacia oleh Bapak Carolus

BAHAN UTS : Positivisme VS Empirisisme ; Deduktif VS Induktif ; Preposisi VS Silogisme

Positivisme VS Empirisisme
Positivisme adalah paham dimana segala hal sudah ada dan sudah terbukti keadaannya dan sudah diketahui dari saat kita lahir di Bumi.
Tokoh : Auguste Comte.
Contoh : Gravitasi Bumi.
Abad : 17 dan 18

Empirisisme : paham dimana dalam mengenal dan memahami suatu hal harus melalui pengalaman.
Tokoh : John Locke, Immanuel Kant
Contoh : Belajar naik sepeda, manusia purba menemukan api.
Abad : 19

Deduktif VS Induktif
Deduktif : Paham yang memiliki pola pengembangan hal umum ke hal yang khusus.

Induktif : Paham yang memiliki pola pengembangan hal khusus ke hal yang umum

Preposisi VS Silogisme
Preposisi : sebuah kalimat yang dapat dinilai benar dan salahnya.
Preposisi tunggal : Buah apel itu manis.
Preposisi jamak : Buah apel itu merah dan manis

Silogisme : simpulan dari 2 buah putusan premis (preposisi) lalu di simpulkan sebuah putusan yang baru.

Senin, 20 Oktober 2014

Pertemuan Keempat : Logika Induktif dan Logika Deduktif

Apa itu Logika/ Penalaran Induktif?



Logika/ Penalaran Induktif adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau partikular tertentu untuk menarik kesimpulan umum tertentu.
Atas dasar fakta dirumuskan kesimpulan umum.
Kesimpulan adalah generalisasi fakta yang memperlihatkan kesamaan.
Kesimpulan umum harus bisa dianggap sebagai sementara
Ciri dasar Penalaran Induktif selalu tidak  lengkap.
     
Penalaran Induktif tidak dinilai sebagai valid, tapi berdasarkan probabilitas (kemungkinan).

Cara Penalaran Induktif
Proses induksi mulai berdasarkan kejadian-kejadian, gejala partikular.
Penal induksi aalah proses penalaran berdasarkan pengertian partikular/ premis untuk menghasilkan pengertian umum/ kesimpulan.

Tiga Ciri Penalaran Induktif:
1. Premis penal induktif adalah proposisi empiris yang ditangkap indera.
2. Kesimpulan dalam penalaran induksi lebih luas daripada apa yang dinyatakan dalam premis.
3.  Meski kesimpulan tidak mengikat, tapi manusia menerimanya. Jadi konklusi induksi punya kredibilitas rasional (probabilitas).

Generalisasi Induktif
  • Adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas gejala dengan sifat tertentu untuk menarik kesimpulan tentang semua.
  • Prinsip : Apa yang terjadi beberapa kali dalam kondisi tertentu diharapkan akan selalu terjadi bila kondisi yang sama terpenuhi.
Tiga syarat membuat generalisasi :
  1. Tidak terbatas secara numerik
  2. Tidak terbatas secara spasio temporal, harus berlaku di mana saja.
  3. Dapat dijadikan dasar pengandaian.
Analogi Induktif :
Terjadi apabila selalu memperhatikan kesamaan.
Proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus yang lain yang punya sifat esensial yang sama.

Kesimpulan bersifat khusus.

Contoh :
Mangga 1 : kuning, besar, matang, ternyata manis.
Mangga 2 : kuning, besar, matang, ternyata manis.
Mangga 3 : kuning, besar, matang, ternyata manis.
Mangga 4 : kuning, besar, matang, kesimpulan tentu manis juga.



Jadi, analogi induktif menarik kesimpulan berdasarkan persamaan.
Konklusinya berupa proposisi universal.
Penalaran induktif, konklusinya lebih luas daripada premis-premis.


Deduktif

Proses tertentu dalam proses itu akal budi, menyimpulkan pengetahuan yang lebih "khusus" dari pengetahuan yang lebih "umum". Yang lebih khusus sudah termuat secara implisit dalam pengetahuan yang lebih umum.

Induksi dan deduksi selalu berdampingan. Deduksi selalu dijiwai induksi.
Induksi selalu mendahului deduksi dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan
Deduksi penting dalam pembentukan pikiran dan latihan.



Faktor Probabilitas

Probabilitas adalah keadaan pengetahuan antara kepastian dan kemungkinan.
Kebenaran dalam logika induktif, baik generalisasi maupun analogi bersifat TIDAK PASTI.

Tinggi rendahnya probabilitas konklusi induktif dipengaruhi oleh  (1) faktor fakta: ‘makin besar jumlah fakta yg dijadikan dasar penalaran induktif, akan makin tinggi probabilitas konklusi dan sebaliknya’. (2) faktor analogi: ‘semakin besar jumlah faktor analogi dlm premis, makin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya.’ (3) faktor disanalogi: ‘makin besar faktor disanalogi di dlm premis, akan makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya’. (4) faktor luas konklusi: ‘semakin luas konklusi, semakin rendah probabilitasnya, dan sebaliknya’.

  Kesesatan dalam Generalisasi/ Analogi

Tinggi rendahnya probabilitas penalaran ditentukan faktor subjektif. Faktor ini membawa manusia pada kesesatan (fallacy). Kesesatan penalaran induktif yg terpenting adalah:
Tergesa-gesa: cepat menarik kesimpulan dari beberapa fakta.
Faktor ceroboh:  cepat tarik kesimpulan tanpa memperhatikan soal kondisi lingkungan, misalnya, semua wanita Jawa itu lembut.
Prasangka: memberi penilaian tanpa melihat fakta lain yang tidak cocok, misalnya, semua org Batak bicara keras dan tak sabaran.
Untuk menghindarinya: membangun sikap kritis, terbuka pada koreksi dan kritik dari orang lain.

 Hubungan Sebab Akibat

Prinsip umum: suatu peristiwa disebabkan oleh sesuatu. Terkandung makna bhw yg satu (sebab) mendahului yang lain (akibat). Tp tdk semua yg mendahului sesuatu menjadi sebab bagi yang lain.
Hub sebab akibat = hubungan yg intrinsik, artinya hub sedemikan rupa shg kalau yg satu ada/tdk ada, maka yang lain juga pasti ada/tdk ada.
Tiga pola hub sebab akibat: 1) dari sebab ke akibat, 2) dari akibat ke sebab, dan 3) dari akibat ke akibat.

 Manfaat Belajar Penalaran Induksi

         •B. Russel: logika induktif bukan hanya lebih bermanfaat dr logika deduktif, tapi juga lebih sulit.

Manfaat logika induktif: MEMBERIKAN PEMBENARAN ATAS KECENDERUNGAN manusia yang bersandar pada kebiasaan.
Memang tidak pernah bisa merasa pasti atas kebenaran suatu kesimpulan induktif, tapi ada cara tertentu dimana kita dapat menekan kemungkinan kesalahan.
Maka, jangan pernah menarik kesimpulan induktif dg data yang masih minum, tergesa-gesa, ceroboh dan hanya di landasi prasangka.
 
Di sarikan dari Ppt Bapak Carolus