Senin, 20 Oktober 2014

Pertemuan Keempat : Logika Induktif dan Logika Deduktif

Apa itu Logika/ Penalaran Induktif?



Logika/ Penalaran Induktif adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau partikular tertentu untuk menarik kesimpulan umum tertentu.
Atas dasar fakta dirumuskan kesimpulan umum.
Kesimpulan adalah generalisasi fakta yang memperlihatkan kesamaan.
Kesimpulan umum harus bisa dianggap sebagai sementara
Ciri dasar Penalaran Induktif selalu tidak  lengkap.
     
Penalaran Induktif tidak dinilai sebagai valid, tapi berdasarkan probabilitas (kemungkinan).

Cara Penalaran Induktif
Proses induksi mulai berdasarkan kejadian-kejadian, gejala partikular.
Penal induksi aalah proses penalaran berdasarkan pengertian partikular/ premis untuk menghasilkan pengertian umum/ kesimpulan.

Tiga Ciri Penalaran Induktif:
1. Premis penal induktif adalah proposisi empiris yang ditangkap indera.
2. Kesimpulan dalam penalaran induksi lebih luas daripada apa yang dinyatakan dalam premis.
3.  Meski kesimpulan tidak mengikat, tapi manusia menerimanya. Jadi konklusi induksi punya kredibilitas rasional (probabilitas).

Generalisasi Induktif
  • Adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas gejala dengan sifat tertentu untuk menarik kesimpulan tentang semua.
  • Prinsip : Apa yang terjadi beberapa kali dalam kondisi tertentu diharapkan akan selalu terjadi bila kondisi yang sama terpenuhi.
Tiga syarat membuat generalisasi :
  1. Tidak terbatas secara numerik
  2. Tidak terbatas secara spasio temporal, harus berlaku di mana saja.
  3. Dapat dijadikan dasar pengandaian.
Analogi Induktif :
Terjadi apabila selalu memperhatikan kesamaan.
Proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus yang lain yang punya sifat esensial yang sama.

Kesimpulan bersifat khusus.

Contoh :
Mangga 1 : kuning, besar, matang, ternyata manis.
Mangga 2 : kuning, besar, matang, ternyata manis.
Mangga 3 : kuning, besar, matang, ternyata manis.
Mangga 4 : kuning, besar, matang, kesimpulan tentu manis juga.



Jadi, analogi induktif menarik kesimpulan berdasarkan persamaan.
Konklusinya berupa proposisi universal.
Penalaran induktif, konklusinya lebih luas daripada premis-premis.


Deduktif

Proses tertentu dalam proses itu akal budi, menyimpulkan pengetahuan yang lebih "khusus" dari pengetahuan yang lebih "umum". Yang lebih khusus sudah termuat secara implisit dalam pengetahuan yang lebih umum.

Induksi dan deduksi selalu berdampingan. Deduksi selalu dijiwai induksi.
Induksi selalu mendahului deduksi dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan
Deduksi penting dalam pembentukan pikiran dan latihan.



Faktor Probabilitas

Probabilitas adalah keadaan pengetahuan antara kepastian dan kemungkinan.
Kebenaran dalam logika induktif, baik generalisasi maupun analogi bersifat TIDAK PASTI.

Tinggi rendahnya probabilitas konklusi induktif dipengaruhi oleh  (1) faktor fakta: ‘makin besar jumlah fakta yg dijadikan dasar penalaran induktif, akan makin tinggi probabilitas konklusi dan sebaliknya’. (2) faktor analogi: ‘semakin besar jumlah faktor analogi dlm premis, makin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya.’ (3) faktor disanalogi: ‘makin besar faktor disanalogi di dlm premis, akan makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya’. (4) faktor luas konklusi: ‘semakin luas konklusi, semakin rendah probabilitasnya, dan sebaliknya’.

  Kesesatan dalam Generalisasi/ Analogi

Tinggi rendahnya probabilitas penalaran ditentukan faktor subjektif. Faktor ini membawa manusia pada kesesatan (fallacy). Kesesatan penalaran induktif yg terpenting adalah:
Tergesa-gesa: cepat menarik kesimpulan dari beberapa fakta.
Faktor ceroboh:  cepat tarik kesimpulan tanpa memperhatikan soal kondisi lingkungan, misalnya, semua wanita Jawa itu lembut.
Prasangka: memberi penilaian tanpa melihat fakta lain yang tidak cocok, misalnya, semua org Batak bicara keras dan tak sabaran.
Untuk menghindarinya: membangun sikap kritis, terbuka pada koreksi dan kritik dari orang lain.

 Hubungan Sebab Akibat

Prinsip umum: suatu peristiwa disebabkan oleh sesuatu. Terkandung makna bhw yg satu (sebab) mendahului yang lain (akibat). Tp tdk semua yg mendahului sesuatu menjadi sebab bagi yang lain.
Hub sebab akibat = hubungan yg intrinsik, artinya hub sedemikan rupa shg kalau yg satu ada/tdk ada, maka yang lain juga pasti ada/tdk ada.
Tiga pola hub sebab akibat: 1) dari sebab ke akibat, 2) dari akibat ke sebab, dan 3) dari akibat ke akibat.

 Manfaat Belajar Penalaran Induksi

         •B. Russel: logika induktif bukan hanya lebih bermanfaat dr logika deduktif, tapi juga lebih sulit.

Manfaat logika induktif: MEMBERIKAN PEMBENARAN ATAS KECENDERUNGAN manusia yang bersandar pada kebiasaan.
Memang tidak pernah bisa merasa pasti atas kebenaran suatu kesimpulan induktif, tapi ada cara tertentu dimana kita dapat menekan kemungkinan kesalahan.
Maka, jangan pernah menarik kesimpulan induktif dg data yang masih minum, tergesa-gesa, ceroboh dan hanya di landasi prasangka.
 
Di sarikan dari Ppt Bapak Carolus

Pertemuan Ketiga : Silogisme

Halo semua pembaca setia, hari ini penulis akan berbagi ilmu tentang Silogisme. Ups... jangan keburu menutup buku matematikanya yah...

Pengertian

Silogisme merupakan simpulan yang baru dari dua putusan (premis) yang berbeda.
"Jika premisnya benar, maka kesimpulannya juga pasti benar"

Jenis Silogisme

Silogisme terbagi 2 :
1. Silogisme Kategoris
2. Silogisme Hipotetis

1. Silogisme Kategoris

Silgisme yang putusan premis dan kesimpulannya itu tanpa syarat.
"Jika penalaran baik, maka silogisme akan memperlihatkan dasar dan alasan"
Contoh : Premis 1 (Premis Mayor) M-P : Perbuatan jahat itu haram.
               Premis 2 (Premis Minor) S-M : Menghina itu perbuatan jahat.
               Kesimpulan                      S-P : Maka, menghina itu haram. 
Perlu diperhatikan bahwa dalam kesimpulan dibutuhkan kata-kata "maka, karena itu, dsb"

Dalam membuat silogisme,
  1. Tentukan terlebih dahulu kesimpulannya.
  2. Buatlah alasannya (merujuk pada term M)
  3. Bila S dan P sudah diketahui, susunlah silogisme tersebut seperti contoh di atas.

Silogisme Kategoris Tunggal

Mempunyai 2 premis yang terdiri atas S,P,M
  • M adalah S dalam Premis Mayor
  • M adalah P dalam Premis Minor
  • Premis Minor harus sebagai penegasan
  • Premis mayor harus bersifat UMUM
Contoh :
P. Mayor M-P    : Setiap manusia dapat mati
P. Minor S-M     : Aristoteles adalah manusia
Kesimpulan S-P : Jadi, Aristoteles dapat mati

(2) M menjadi P dalam Premis Mayor dan Minor
     Salah satu premis harus negatif
     Premis Mayor bersifat umum

Contoh :
P. Mayor P-M : Petak adalah bentuk segiempat.
P. Minor S-M : Lingkaran bukan bentuk segiempat.
Kesimpulan S-P : Lingkaran bukan petak.

(3) M menjadi S dalam Premis Mayor dan Minor
      Premis Minor harus berupa penegasan
      Kesimpulan bersifat Partikular

Contoh :
P. Mayor M-P : Mahasiswa itu orang dengan tugas belajar.
P. Minor M-S : Ada mahasiswa yang orang bodoh .
Kesimpulan S-P : Jadi,sebagian orang bodoh itu orang dengan tugas belajar .

(4) M adalah P dalam Premis Mayor
      M adalah S dalam Premis Minor
      Premis Minor merupakan penegasan
      Kesimpulan bersifat partikular

Contoh:
P. Mayor P-M : Influenza itu penyakit.
P. Minor M-S : Semua penyakit mengganggu kesehatan.
Kesimpulan S-P : Jadi,sebagian yang mengganggu kesehatan adalah influenza.

Silogisme Kategoris Majemuk

Silogisme yang sangat lengkap, lebih dari 3 premis.

Jenis Silogisme Kategoris Majemuk
  1. Epicherema
  2. Enthymema
  3. Polisilogisme
  4. Sorites
ad 1. Epicherema
Satu atau kedua premisnya disertai alasan.

Contoh :
Semua arloji bermutu adalah arloji mahal, karena sukar pembuatannya.
Arloji Mido itu adalah arloji yang baik karena, selalu tepat dan awet.
Jadi, arloji Mido adalah arloji mahal. 

ad 2. Enthymema
Silogisme yang disingkat. Salah satu premis atau kesimpulannya dilampaui.

Contoh :
Jiwa manusia adalah rohani. Jadi, tidak akan mati. (versi singkat)

Versi Lengkap :
Yang rohani itu tidak akan dapat mati.
Jiwa manusia adalah rohani.
Maka, jiwa manusia tidak akan dapat mati.

ad 3. Polisilogisme
Silogisme yang kesimpulannya menjadi premis untuk silogisme berikutnya.

Contoh :
Seseorang yang menginginkan lebih dari yang dimiliki, merasa tidak puas. Seorang yang rakus adalah seseorang yang menginginkan lebih dari yang dimiliki, Jadi, seorang yang rakus merasa tidak puas.
 Seorang yang kikir merasa tidak puas. Budi adalah seorang yang kikir. Jadi, Budi merasa tidak puas.

ad 4. Sorites
Silogisme yang premisnya lebih dari dua. Premis-premis tersebut dihubungkan sedemikian rupa sehingga predikat dari putusan satu menjadi subjek di putusan berikutnya.

Contoh :
Orang yang tidak mengendalikan keinginannya, menginginkan seribu satu barang.
Orang yang menginginkan seribu satu barang, banyak sekali kebutuhannya. Orang yang banyak sekali kebutuhannya, tidak tenteram hatinya. Jadi, orang yang tidak mengendalikan keinginannya, tidak tenteram hatinya.

Hukum Silogisme Kategoris

Silogisme kategoris tidak boleh memiliki lebih dari 3 terms (S,P,M).
Jika kurang dari 3, maka tidak ada silogisme.
Lebih dari 3, maka tidak ada kesimpulan.
M tidak boleh masuk dalam Kesimpulan karena M mengadakan perbandingan.
Term S dan P dalam simpulan tidak boleh lebih luas dari premis-premisnya. Jika S dan P dalam premis partikular, maka dalam simpulan tidak boleh universal.
Bila dilanggar akan terjadi latius hos (menarik kesimpulan terlalu luas).

Contoh :
Semua lingkaran itu bulat.
Semua lingkaran itu gambar.
Maka, semua gambar itu bulat (simpulan salah)










Martin Heidegger



Martin Heidegger

Masa Kecil Heidegger


Martin Heidegger adalah seorang filsuf yang berasal dari negara Jerman. Ia lahir pada tanggal 26 September 1889 di Messkirch. Heidegger adalah seorang penganut agama Katolik Roma. Ayahnya adalah seorang pengurus gereja di Messkirch dan merupakan pengikut Konsili Vatiakan Pertama pada tahun 1870.  
Heidegger berasal dari kelurga yang kurang mampu, oleh karena itu ia memutuskan untuk masuk ke seminari Jesuit, namun setelah beberapa minggu ia dikeluarkan dari seminari, alasan ia dikeluarkan adalah penyakit di jantungnya. Heidegger berperawakan pendek dan berotot dengan mata gelap yang tajam. Dia menikmati waktunya diluar dan sangat ahli dalam ski
            Heidegger akhirnya berkuliah di University of Freiburg mengambil jurusan teologi dengan dibiayai dari gereja, namun akhirnya ia memilih untuk mempelajari filsafat. Heidegger dipengaruhi oleh paham Neo-Thomism dan Neo-Kantianism dalam penulisan tesis doktoralnya dalam Psychologism pada tahun 1914 dan di tahun 1916, ia juga menyelesaikan venia legendi dengan tesis Duns Scotus yang dipengaruhi oleh Heinrich Rickert dan Edmund Husserl. Heidegger bekerja sebagai seorang dosen luar yang tidak dibayar selama 2 tahun.  Ia menjadi tentara di akhir Perang Dunia I, ia juga mendukung pidato Nazi tentang Kejantanan Bela Diri sehingga menimbulkan banyak kritik dalam pengabdiaanya di Perang Dunia I.

          Karier

Text Box: Gambar 2
Add caption
Pada tahun 1923, Heidegger terpilih sebagai Extraordinary Professorship dalam ilmu Filosofi di University of Marburg dan bersama dengan rekan-rekannya, Rudolf Bultmann, Nicolai Hartmann dan Paul Natorp. Murid-murid yang ia ajar di University of Marburg antara lain Hans-Georg Gadamer, Hannah Arendt, Karl Lowith, Gerhard Kruger, Leo Strauss, Jacob Klein, Gunther Anders, dan Hans Jonas. Ia mengembangkan pahamnya tentang “Ada” dengan dasar dari Aristoteles. Heidegger mengembangkan teori “Ada” sampai pada dimensi sejarah dan “Ada” yang konkret yang ia dapat dari tokoh-tokoh Kristiani seperti Santo Paul, Luther, Santo Agustine dari Hippo dan Kierkegaard. Dia juga membaca karya-karya Husserl, Dilthey dan Max Scheler.
            Setelah Perang Dunia I pada tahun 1927, Heidegger mempublikasikan karyanya mengenai “Ada” dan “Waktu” (Sein und Zeit). Husserl memutuskan untuk pensiun sebagai Professor of Philosophy dan bersamaan dengan itu Heidegger menyetujui Freiburg sebagai pelanjutnya pada tahun 1928. Heidegger menolak semua tawaran pekerjaan dan memutuskan untuk tinggal di Freiburg im Breisgau sepanjang hidupnya. Pada tanggal 21 April 1933, Heidegger terpilih menjadi rektor Humboldt University of Berlin. Heidegger juga bergabung dalam National Socialist Germany Workers’ (NAZI) pada tanggal 1 Mei. Pada saat pelantikannya sebgai rektor pada tanggal 27 Mei 1933, Heidegger mendukung revolusi Jerman dan pada tahun yang sama ia menyampaikan pidatonya yang menyatakan dukungan kepada Adolf Hitler kepada mahasiswanya. Namun, pada tahun 1934 Heidegger mundur dari jabatannya sebagai rektor, tapi masih menjadi anggota Nazi hingga tahun 1945.Menurut ahli sejarah Richard J. Evans, Heidegger keluar dari Nazi karena keinginannya untuk menjadi filsuf dalam kelompok Nazi ditentang oleh Alfred Rosenberg. (Korab-Karpowicz)

Setelah Perang Dunia

            Pada akhir 1946 Perancis mengadakan épuration légale, Perancis mengadakan pembersihan secara militer serta melarang Heidegger untuk mengajar di universitas karena keterlibatannya dalam kelompok Nazi. Larangan ini berlanjut hingga Maret 1949, sampai ia menyatakan tentang Mitläufer (dua kategori terbawah dari 5 kategori yang memberatkan rezim Nazi). Tidak ada tuntutan hokum yang diberikan pada Heidegger. Ini membuat Heidegger bisa kembali mengajar di Freiburg University saat semester musim dingin pada tahun 1950-1951. Ia mengajar secara tetap pada tahun 1951 sampai 1958 dan karena diundang oleh universitas, ia mengajar hingga tahun 1967.

Kehidupan Pribadi

Text Box: Gambar 3            Heidegger menikahi Elfride Petri pada tanggal 21 Maret 1917 secara Katolik yang disahkan oleh temannya, Engelbert Krebs, dan ia juga melaksanakan upacara secara Kristen Protestan seminggu kemudian karena merupakan agama yang dianut kedua orang tua dari pihak wanita.Anak laki-laki pertama Heidegger, Jorg lahir ditahun 1919.
            Heidegger juga memiliki hubungan percintaan dengan dua wanita lain yaitu Hannah Arendt dan Elisabeth Blochmann. Arendt adalah anak keturunan Yahudi, sedangkan Blochmann memiliki keturunan Yahudi, ini menyebabkan penyiksaan kepada mereka yang berasal dari petugas Nazi. Heidegger membantu Blochmann untuk keluar dari Jerman sebelum Perang Dunia II dan tetap melakukan kontak kepada kedua wanita itu setelah perang berakhir.
            Heidegger menghabiskan banyak waktu di rumah peristirahatannya di Todnauberg, di tepi Black Forest. Heidegger menganggap bahwa tempat terpencil merupakan tempat terbaik untuk menghasilkan pemikiran filosofis.
            Beberapa bulan sebelum kematiannya, ia bertemu dengan seorang pastor, Bernhard Welte. Pastor ini membicarakan hubungan Heidegger dengan Gereja Katolik. Heidegger meninggal pada tanggal 26 Mei 1976, dan dimakamkan di Pemakaman Messkrich disamping pemakaman orangtuanya dan saudara lelakinya. (References)

Filsafat

Text Box: Gambar 3Text Box: Gambar 4            Heidegger mengemukakan pendapatnya tentang “Ada” dan “Waktu”. Ia menolak cara metafisika lama yang menyatakan bahwa “Ada” (Sein) itu sama dengan adaan atau yang ada (Seinde). Paham ini telah berkembang dalam filsafat semenjak zaman Yunani. Dalam pemahaman Heidegger, perkembangan filsafat telah melupakan arti “Ada” yang sebenarnya (Seinsvergessenheit). Filsafat tradisional hanya membicarakan “yang ada” tapi tidak pernah sampai pada “Ada”. Kesalahan ini terjadi karena metafisika dan cara berpikir filsafat yang selalu “membayangkan” (vorstellendes Denken), yakni dengan selalu meletakkan “Ada” sebagai suatu kehadiran diantara “adaan-adaan” lainnya. Cara berpikir demikian mempunyai kelemahan karena menganggap bahwa dimensi waktu adalah sesuatu yang statis, tetap, diam, abadi. Dengan demikian metafisika tradisional telah gagal dalam menjelaskan persoalan “Ada” yang fundamental, yakni “Ada yang mengada”.
            Dalam pencariannya terhadap makna “Ada” Heidegger mempertanyakan “Ada”nya makhluk satu-satunya yang mempersoalkan “Ada” yakni manusia. Heidegger menganggap manusia tidak sebagai subjek, pribadi, aku ataupun kesadaran melainkan“Dasein” (ada di situ). Dalam arti ini eksistensi manusia diterangkan dalam kerangka “Ada” tetapi berbeda dari adaan-adaan (yang ada) lainnya karena Dasein mempunyai kedudukan yang istimewa . Dasein memiliki hubungan yang erat sekali dengan “Ada”, oleh sebab itu perlu pemahaman terhadap manusia untuk memahami “Ada”.
            Manusia sebagai “Dasein” merupakan “eksistensi” yang terlempar “ada”nya, karena ia tidak bisa memilih sendiri keberadaannya. Ia mendapatkan dirinya sudah ada dalam situasi tertentu, diluar inisiatifnya sendiri. Dengan cara ini, ia mendapatkan dirinya dalam dunia (in der Welt sein). Ini menjadi dasar yang sangat penting yang sering kali dilupakan oleh filsuf-filsuf lainnya yang membahas sifat hakiki manusia sehingga filsuf-filsuf tersebut memperoleh rumusan yang abstrak. Ciri ini menjadi ciri dasar yang harus diperhatikan karena manusia adalah makhluk yang resah dan prihatin (Sorge). Manusia tidak bisa tinggal diam dan nyaman di dunia ini, ia mengalami keresahan untuk bergerak, untuk mengurus dunia dan untuk menanganinya. Dalam hidup manusia, dunia yang dihadapi adalah dalam wujud benda-benda, barang-barang disekitarnya. Benda-benda (Vorhandenes) itupun dibuat dengan alat-alat (Zuhandenes) yang diciptakannya. Manusia menghilangkan keresahannya dengan mencurahkan perhatian pada barang-barang. Tetapi dengan cara ini, manusia bisa lupa akan “Ada” dan tenggelam dalam “adaan”
            Heidegger berusaha menjelaskan eksistensi manusia dalam kerangka temporalitasnya (Zeitlichkeit) yang artinya seluruh keprihatinan manusia sebagai eksistensi itu dimengerti sebagai keberlangsungan dalam waktu. Manusia bermula dari ketiadaan, ditempatkan dalam dunia untuk menghayati waku dan bahkan diarahkan pada ketiadaan lagi (kematian). Hidupnya tidak lebih dari berada menuju kematian (Sein zum Tode). Dalam situasi seperti inilah ada bahaya manusia tidak mau lagi mendalami tugasnya, tenggelam dalam adaan, dalam kesibukan (dan dalam massa) serta kehilangan keasliannya.
            Pada periode berikutnya Heidegger mengupas “Ada” dari kata Yunani : aletheia, yang tidak bertopeng, yang benar. Cara lain untuk menjelaskan “Ada” adalah yang disebut Heidegger sebagai “Pembedaan Ontologis” (Ontologische Differenz). Dalam filsafat tradisional telah melupakan “Ada” dengan menyamakannya dengan adaan-adaan yang lain. Misalnya kalau mereka menjelaskan Tuhan sebagai penyebab pertama (Causa Prima). Dalam hal ini, kelebihan Tuhan dibandingkan dengan yang lain hanyalah ia mendahului yang lain. Perbedaan lainnya, Tuhan dianggap penyebab dirinya (Causa Sui), tetapi pada hakekatnya hubungan sebab akibat ini hanya menempatkan Tuhan pada horizon yang sama dengan yang lain dalam rentetan kejadian. Pembedaan ini hanya berdasarkan kualitatif saja. Pembedaan seperti ini tidak radikal karena tidak memperlihatkan perbedaan ontologis yang sungguh-sungguh. Yang dimaksud Heidegger dengan “Pembedaan Ontologis” adalah perbedaan horizon antara “Ada” dengan adaan, sehingga praktis tak terbandingkan lagi antara keduanya.
            Heidegger mencoba dengan berbagai cara untuk membuka misteri “Ada”, dengan analisa bahasa, pemikiran, karya seni, metafisika, teknik, dan sebagainya. Pada intinya manusia tidak boleh melupakan tugas pokoknya untuk mengarahkan diri pada “Ada” dengan menenggelamkan diri hanya pada tindakan-tindakan yang sementara. (SJ, 1994)

Tokoh yang Menginspirasi Heidegger

            Buku pembahasan “kegunaan dari kata Ada oleh Aristoteles”  dari Franz Brentano menjadi sumber atas pandangan Heidegger terhadap “Ada”. Tokoh yang menjadi tuntunan Heidegger lainnya adalah Edmund Husserl. Edmud Husserl adalah seorang filsuf yang sangat tidak tertarik pada pertanyaan sejarah filosofis.  Husserl menyatakan bahwa semua filosofi bisa dan seharusnya adalah deskripsi dari pengalaman, sesuai slogan “kepada hal itu sendiri”. Tetapi Heidegger memaknai bahwa pengalaman adalah sesuatu yang sudah terdapat di dunia dan berada dalam “Ada”. Husserl mengatakan bahwa “kesadaran” itu sesuatu yang disadari dan sengaja dilakukan, pemahaman ini diubah dalam filosofi Heidegger, menjadi pemikiran bahwa pengalaman berdasarkan “peduli”. Ini adalah dasar dari analisa eksistensi Heidegger saat ia mengembangkan “Ada” dan “Waktu”. Heidegger mempertanyakan bahwa deskripsi “pengalaman” yang benar memerlukan “Ada” untuk siapa.
            Selain itu ada juga Santo Agustine dari Hippo yang mendasari pemikiran filsafat Heidegger. Santo Agustine mengatakan bahwa “Ada” dan “Waktu” adalah sesuatu yang terikat bersama, subjektif dan relatif. Kierkegaard juga memberikan pedoman besar bagi Heidegger di bidang konsep ekstensialisme.
  



Daftar Pustaka

Korab-Karpowicz, W. J. (n.d.). IEP. Retrieved October Monday, 2014, from http://www.iep.utm.edu/heidegge/
References. (n.d.). Retrieved October Monday, 2014, from wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Heidegger
SJ, J. M. (1994). Fil Kontemporer Neo Maxirsme Etika Epistemologi. Yogyakarta: Owned.



Sabtu, 11 Oktober 2014

PERTEMUAN KEDUA : RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU Part 2

ALIRAN FILSAFAT MENURUT GEO-KULTUR

Filsafat berkembang di tiga daerah besar:
  • Barat: Filsafat berkembang dari filsuf yang ada di masa Yunani Kuno yang dipelajari oleh bangsa Eropa dan daerah jajahan Yunani Kuno lainnya.
  • Timur: Filsafat berkembang di Asia, khususnya di Tiongkok dan India. Ciri khas filsafat timur adalah dekatnya hubungan filsafat dan ajaran agama.
  • Timur Tengah : Filsafat ini dikembangkan oleh orang Arab, orang Yahudi, dan menggabungkan tradisi mereka dengan pengaruh filsafat barat.
 TOKOH TOKOH FILSAFAT BARAT 


DEFINISI
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ilmu pengetahuan ilmiah dan bagaimana cara memperoleh ilmu tersebut.
Objek dalam filsafat ilmu : Ilmu Pengetahuan
Filsafat ilmu menjadi dasar dari semua keilmuan yang bersifat UNIVERSAL

ILMU
Merupakan sekumpulan pengetahuan yang disistematisasikan, metodis dan empirik.
  • Sebagai proses : aktivitas penelitian
  • Sebagai prosedur : metode penelitian
  • Sebagai produk : pengetahuan sistematis 
 Sifat Ilmu :
  1. Hasil Kumulatif
  2. Objektif
  3. Kebenarannya Relatif 
Perbedaan Ilmu Ilmiah dan Non Ilmiah
Tabel Perbandingan