Senin, 19 Januari 2015

Makalah Psikologi



Makalah Hubungan Manusia dengan Motivasi dan Emosi


 

 

Oleh :

Giovanni Christine Tardy
NIM : 1801399900

 

Fakultas Humaniora

Jurusan Psikologi
2014

ABSTRAK

Manusia adalah makhluk sosial dan memiliki beragam kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menjamin kelangsungan hidupnya. Proses pemenuhan kebutuhan manusia banyak dipengaruhi oleh motivasi. Motivasi dalam perannya adalah faktor ekstrinsik dan intrinsik dalam memainkan emosi manusia.
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah mencari hubungan yang ada antara motivasi dan emosi. Metode penelitian yang dilakukan dengan cara studi pustaka. Hasil yang didapat dari penelitian dalam makalah ini adalah adanya kaitan yang erat antara motivasi dan emosi dalam kelangsungan hidup manusia.
Kata kunci : motivasi, emosi, manusia










Daftar Isi

Halaman Judul.................................................................................................................................. i
ABSTRAK........................................................................................................................................ ii




Bab I
PENDAHULUAN

1. 1.             Latar Belakang Masalah

Motivasi dan emosi memainkan peran penting dalam hidup manusia. Adanya kaitan yang erat antara hidup manusia dengan motivasi dan emosi disebabkan oleh kemampuan yang dimiliki oleh motivasi untuk memainkan emosi yang dimiliki manusia. Manusia mampu menunjukkan emosi yang beragam dengan satu kondisi yang sama. Keberagaman emosi dan motivasi yang dimiliki manusia menjadi suatu ciri khas dan keunikan dalam kehidupan manusia. Ada manusia yang merasa bahagia dengan memiliki banyak harta dan uang, ada manusia yang merasa bahagia hanya dengan menolong orang lain. Berbagai macam faktor dan keadaan yang mampu membentuk manusia. Motivasi dan emosi adalah contoh dari faktor-faktor yang dapat membentuk seorang manusia.

1. 2.             Rumusan Masalah

1.    Apa itu motivasi dan emosi?
2.    Apa saja jenis motivasi dan emosi oleh para ahli?

1. 3.             Tujuan Penulisan

1.    Untuk memenuhi tugas Filsafat Ilmu, Logika dan Penulisan Ilmiah.
2.    Menambah wawasan dalam ilmu psikologi.





Bab II
KAJIAN PUSTAKA

2.1         Motivasi

2.1.1      Pengertian Motivasi

Secara etimologis, motivasi berasal dari Bahasa Inggris motivation dengan kata dasar motive yang artinya adalah tujuan. Jadi motivasi dapat dikatakan sebagai tujuan atau sebab seseorang melakukan suatu tindakan atau dapat juga mendasari seseorang berperilaku dan mempengaruhi cara pandang seorang terhadap dunia.
Menurut Laura King motivasi adalah suatu gaya atau kekuatan yang dapat mempengaruhi pemikiran, tingkah laku dan perasaan seseorang (King, 2011). “Motivasi juga dapat diartikan sebagai suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang untuk mencapai hasil atau tujuan tertentu” (Ghullam Handu, Lisa Agustina, 2011). Menurut Taidin ada beberapa definisi motivasi (Suhaimin, 2014):
1.     Motivasi dapat berupa penentu tujuan dan merupakan motor dari sebuah tindakan yang memiliki efek positif dan negatif.
2.    Motivasi juga dapat berperan sebagai pendorong.
3.    Motivasi dapat berupa ketekunan dan kegigihan seseorang untuk mencapai tujuannya.
4.    Motivasi adalah stimulus yang kuat untuk dapat membuat orang mencapai tujuannya atau cita-citanya.
5.    Motivasi dapat membangkitkan keberanian dan semangat juang seseorang.

2.1.2      Teori dalam Motivasi

Dalam bukuknya, Laura menulis beberapa jenis teori yang dapat menjelaskan definisi motivasi dari pandangan para ahli. Evolutionary approach mengatakan bahwa motivasi ada untuk membantu manusia selamat dengan adanya insting. Insting adalah suatu pola tingkah laku yang berlaku secara universal yang sudah ada tanpa harus dipelajari terlebih dahulu. Teori lainnya menyebutkan bahwa motivasi terdiri atas drive dan need, ini sesuai dengan drive reduction theory. Contoh drive adalah lapar dan need-nya adalah makanan. Drive dan need akan selalu berdampingan, hanya pada kondisi tertentu, drive tidak selalu muncul bersamaan dengan need. Teori ketiga adalah optimum arousal theory, dalam teori ini menyatakan bahwa seseorang mampu bekerja paling baik jika dalam keadaan yang biasa saja, tidak terlalu bahagia atau tidak terlalu sedih dan putus asa, sekarang dikenal sebagai Yerkes-Dodson Law. Ada satu keadaan dimana seseorang sudah terlalu menguasai sesuatu, sehingga sebuah tindakan menjadi otomatis, hal ini disebut overlearning (King, 2011, pp. 316-317). “Teori behaviorisme menjelaskan bahwa motivasi berfungsi sebagai rangsangan (stimulus) dan respon. Sedangkan menurut teori kognitif, motivasi adalah fungsi dinamika psikologis yang lebih rumit, melibatkan kerangka berpikir manusia terhadap aspek berperilaku” (Nugraheni, 2008).

2.1.3      Pendekatan dalam Motivasi

Teori hierarki Maslow yakni :
a.    Aktualisasi diri
b.    Kepercayaan diri
c.    Cinta dan rasa kepemilikan
d.    Keamanan
e.    Kebutuhan biologis
Pemenuhan kebutuhan harus dimulai dari yang paling bawah yakni kebutuhan biologis, jika sudah terpenuhi, maka akan naik sampai kepada aktualisasi diri. Banyak orang berhenti berkembang ketika sudah sampai pada tahap keempat, kepercayaan diri (esteem). Beberapa tokoh terkenal yang berhasil sampai kepada aktualisasi diri contohnya adalah Nelson Mandela dan Mother Teresa. Ada penelitian lain yang mendukung bahwa cinta adalah salah satu bentuk dari motivasi. Dikutip dari jurnal Reward, Motivation, and Emotion Systems Associated With Early-Stage Intense Romantic Love yang mengatakan  bahwa kisah cinta yang romantis dikaitkan pada motivasi dan tujuan yang akan di capai (goal-oriented state) yang dapat memunculkan emosi tertentu seperti kesenangan dan kecemasan (Arthur Aron, 2005)
Teori pendekatan lainnya adalah self-determination theory yang berkembang mengikuti hierarki Maslow. Mereka menyebutkan bahwa manusia memiliki 3 jenis kebutuhan. Kebutuhannya adalah kompetensi, hubungan keterikatan (relatedness) dan otonomi.
Kompetensi adalah sesuatu yang dapat diperoleh ketika sesorang berhasil mengungkapkan apa yang ia inginkan, dalam kompetensi terdapat self-efficacy dan mastery. Self-efficacy berarti kepercayaan seseorang bahwa ia memiliki kompetensi untuk melakukan sesuatu. Mastery adalah kepercayaan bahwa seseorang mampu mendapatkan kemampuan dan melewati permasalahan yang ada.
Kebutuhan kedua adalah hubungan keterikatan atau relatedness, menurut Baumeister dan Leary ini adalah motivasi terkuat manusia. Relatedness terlihat dalam hubungan orang tua anak, hubungan persahabatan dan dalam hubungan percintaan. Penolakan seorang individu dalam kelompok masyarakat dapat membuat individu merasa depresi dan merasa bahwa hidup tidak berarti.
Otonomi adalah suatu keyakinan yang dimiliki manusia untuk dapat mengatur hidupnya sendiri. Dengan adanya kontrol atas diri sendiri maka ia dapat berkembang sesuai dengan apa yang ia harapkan dan dapat menjadi manusia yang utuh.

2.1.4      Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

Ada 2 pembagian besar motivasi, ada motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik ada dari dalam manusia itu sendiri, sesuai dengan teori yang telah dipaparkan diatas. Motivasi ekstrinsik adalah sesuatu yang didapat dari luar. Dengan melakukan suatu tindakan maka seseorang akan mendapatkan hasil dan efeknya. Misalkan dengan bekerja, maka seseorang akan mendapatkan uang, dengan menjadi orang kaya maka ia akan menjadi masyarakat kalangan atas. Hal-hal seperti kekayaan dan status sosial inilah yang disebut sebagai faktor ektrinsik.

2.1.5      Tipe Pencapaian Tujuan

  Seperti yang dikutip dalam penelitian yang dilakukan oleh Faisal Chairul Oktawijaya, ada 2 tipe pencapaian tujuan, yakni :
·         Performance goal
·         Learning goal
Performance goal adalah bagaimana ia dapat tampil dengan baik dan bagaimana ia akan dinilai dimata orang lain. Learning goal lebih menekankan pada proses belajar dan pengembangan diri (Oktawijaya).

2.2         Emosi

2.2.1      Pengertian Emosi

Emosi adalah perasaan yang melibatkan perubahan fisik seperti semakin cepatnya detak jantung, pemikiran yang disadari (ketika manusia sadar bahwa ia sedang jatuh cinta) dan melibatkan ekspresi seperti senyum atau menangis (King, 2011). Emosi memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Kondisi tubuh, pikiran dan wajah menjadi tanda yang menggambarkan keadaan emosi seseorang.

2.2.2      Faktor-faktor dalam Emosi

a.    FaktorBiologis

Arousal
Manusia memiliki sistem dalam tubuhnya, ada sistem otomatis dan sistem yang disadari kerjanya. Sistem kerja tubuh yang otomatis adalah seperti sistem kerja jantung, pernapasan dan sistem pencernaan. Dalam sistem yang kerjanya tidak disadari ini dibagi atas 2 bagian lagi yaitu simpatetik dan parasimpatetik. Simpatetik berfungsi untuk menaikkan kerja tubuh misalnya menambah kecepatan denyut jantung sedangkan parasimpatetik berfungsi untuk menenangkan tubuh.
Alat Ukur
Ada 2 jenis alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kondisi biologis seseorang. SCL (Skin Conductance Level) dan polygraph atau lie detector. SCL bekerja dengan cara melihat perubahan pada elektron tubuh terutama ditelapak tangan. Namun, polygraph dianggap kurang mumpuni dalam medeteksi kebohongan sehingga hasil yang didapat tidak dapat dipercaya secara akurat.
                        Teori Emosi
Dua teori terkenal yang menjelaskan emosi dalam faktor biologis, teori oleh William James (1950) dan Carl Lange (1922) mengemukakan bahwa emosi terbentuk akibat keadaan fisiologis yang terjadi karena adanya stimulus dari lingkungan. Teori ini disebut teori James-Lange. Teori kedua adalah teori Cannon-Bard yang mengatakan bahwa perubahan fisik terjadi bersamaan dengan munculnya emosi akibat adanya stimulus dari lingkungan. 
                        Sistem saraf dan Neurotransmiter  
 Penelitian yang dilakukan oleh Joseph LeDoux dan teman-temannya menemukan bahwa amygdala yang terletak pada sistem limbik merupakan pusat yang memunculkan rasa takut (King, 2011, p. 331). Ada 2 jenis pengantaran stimulus ke amygdala, langsung dan tidak langsung. Amygdala selalu mengingat karena ia memiliki hubungan yang sangat baik dengan korteks cerebral, sehingga ini akan memudahkan kita dalam keselamatan. Namun menjadi sesuatu yang kurang baik ketika seseorang diharuskan merubah ketakutannya akan sesuatu (King, 2011, p. 332).

b.    Faktor Kognitif

Dalam teori kognitif, peneliti yakin bahwa dalam setiap emosi terdapat komponen kognitif. Mereka mengatakan bahwa berpikir itu bertanggung jawab atas perasaan cinta, senang dan sedih. Teori yang dibawakan oleh Schatcher-Singer mengatakan bahwa emosi terjadi akibat adanya rangasan fisiologis dan labeling kognitif. Teori ini dikenal dengan nama two-factor theory.

c.    Faktor Perilaku

 Emosi digambarkan melalui verbal dan nonverbal, dalam faktor ini akan lebih dibahas kepada faktor nonverbal yakni ekspresi wajah. Menurut facial feedback hypothesis, emosi yang ditampakkan pada wajah dapat mempengaruhi dan merefleksikan emosi. Eksperimen yang dilakukan Paul Ekman dan temannya (1983) mendapatkan hasil yang mendukung teori James-Lange yang mengatakan bahwa emosi dapat dihasilkan dari perubahan fisiologis pada tubuh (King, 2011, p. 336).

d.    Faktor Sosiokultural

Dikatakan bahwa ekspresi wajah bernilai universal untuk semua jenis suku manusia dalam menilai ekspresi dan emosi. Perbedaan yang ada terdapat pada peraturan penampilan atau display rules yang berarti standar sosiokultural dimana, kapan dan bagaimana suatu ekspresi harus dibuat. Selain ekspresi wajah, bahasa tubuh juga bervariasi di setiap wilayah. Di Yemen, Timur Tengah, laki-laki saling berciuman adalah hal yang wajar, sedangkan di Amerika hal itu tidak lazim. Contoh lainnya adalah negara Yunani, mengacungkan jempol sama artinya dengan memberikan jari tengah di Amerika. Oleh karena perbedaan itu, maka haruslah menjaga sikap ketika berpergian ke tempat baru dan asing.

2.2.3      Klasifikasi Emosi

Valensi

Valensi adalah emosi yang menunjukkan perasaan senang dan sedih. Ada dua jenis emosi, efek positif dan efek negatif. Efek positif contohnya adalah emosi suka cita, kebahagiaan. Efek negatif adalah emosi kesedihan, rasa bersalah dan marah (King, 2011, p. 338).

Arousal Level

Arousal level emosi adalah tingkat dimana emosi direfleksikan dalam keaktifan, kesenangan individu melawan kepasifan, ketenangan individu. Kesenangan dan kebahagiaan adalah contoh high-arousal positive emotions, kepuasan dan ketenangan termasuk dalam low-arousal positive emotions. High-arousal negatif emotions contohnya adalah kemarahan dan low-arousal-nya adalah rasa bosan. Valensi dan arousal level merupakan dimensi independen yang menggambarkan banyak jenis emosi.

2.2.4      Mencapai Hidup yang Lebih Memuaskan

 Seperti yang diketahui sebelumnya bahwa emosi ada terbagi menjadi 2 bentuk, emosi yang positif dan negatif. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia perlu meningkatkan rasa kepuasan terhadap hidupnya agar memiliki lebih banyak emosi positif yang dimilikinya. Ini adalah 8 langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rasa kepuasan terhadap hidup (Wallis, 2004) :
1.    Hitunglah jumlah berkat yang kamu terima
2.    Latihlah perbuatan baik
3.    Ingatlah kenangan yang membahagiakan
4.    Berterima kasihlah kepada yang mengajari
5.    Belajar memaafkan
6.    Luangkan waktu untuk keluarga dan teman
7.    Jaga kesehatan
8.    Temukan cara tepat mengatasi stres dan kendala hidup

2.3         Manusia

2.3.1      Pengertian Manusia

Pengertian manusia seperti yang dikutip dalam KBBI Online adalah “makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain)” (kbbi.web.id). Menurut Sokrates, “manusia adalah makhluk berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar”.
Manusia dapat dibagi menjadi tiga bagian besar. Masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam makalah kali ini penulis akan mengambil subjek manusia peralihan remaja ke dewasa. Manusia dikatakan sebagai peralihan menuju dewasa ketika sudah  berusia 18 tahun hingga 25 tahun. Ciri utama yang dimiliki oleh manusia dalam rentang usia demikian adalah eksplorasi identitas diri, masih dalam tahap tidak stabil, berpusat kepada dirinya sendiri, dan memilki kesempatan dan akses kepada hal apapun yang dapat mengubah hidupnya (King, 2011).

BAB III
PEMBAHASAN

Menurut penulis, motivasi dan emosi memanglah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Emosi dapat berdiri sendiri melalui kejadian sehari-hari, namun motivasi membutuhkan emosi sebagai wadah untuk dapat menjalankan fungsinya. Motivasi adalah salah satu faktor penting dalam kemajuan dan kelangsungan hidup manusia. Penulis berpendapat apabila manusia tidak memilki motivasi atau dorongan atas kehidupannya, maka manusia tidak akan bisa berada pada zaman seperti sekarang ini.
            Adanya dorongan yang dirasakan manusia untuk mencapai hidup yang lebih baik merupakan faktor motivasi terbesar untuk seorang individu melanjutkan hidupnya. Adanya apresiasi yang besar terhadap nilai dan keberadaan manusia juga menjadi nilai yang paling membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Sebagai makhluk hidup yang memiliki akal budi, maka manusia dapat memiliki kehidupan yang lebih daripada hewan.
            Motivasi secara intrinsik sangat berpengaruh daripada motivasi ekstrinsik. Jika seorang individu memiliki motivasi secara intrinsik, maka kemungkinan ia akan mencapai tujuannya akan lebih besar. Ambil contoh seorang mahasiswa yang memilki motivasi untuk mendapatkan IP 4 hanya untuk mendapatkan uang karena ia ditantang oleh temannya. Sekali ia sudah mencapai tujuannya, maka kemungkinan ia akan kehilangan dorongan untuk mempertahankan nilainya. Apabia ia memiliki motivasi dari dalam dirinya sendiri, maka ia akan lebih mampu dan memiliki kemauan yang lebih untuk mempertahankan nilainya.
            Emosi juga memainkan peranan yang penting dalam menanggapi suatu hal. Emosi yang memutuskan bagaimana cara yang harus ditampilkan dalam menghadapi suatu kondisi. Dalam pemberian motivasi juga, emosi yang mengatur bagaimana efek suatu motivasi diberikan pada seorang individu.
            Kemampuan manusia untuk mengembangkan emosinya menjadi kunci yang utama. Memiliki emosi yang stabil dapat membantu manusia menghadapi kehidupan. Dengan adanya kesadaran bahwa tidak semua hal dapat berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki, maka hidup seorang individu akan lebih bahagia.
 


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1         Kesimpulan

Sesuai dengan pembahasan diatas maka didapat kesimpulan bahwa emosi dan motivasi memiliki hubungan yang erat. Pada manusia, emosi berperan penting dalam mempengaruhi pandangan manusia terhadap hal. Keberadaan motivasi diperuntukkan untuk membantu dan mendorong manusia menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Motivasi yang baik dan memiliki kecenderungan efek yang lebih kuat adalah motivasi yang didapat dari intrinsik manusia. Dorongan yang didapat dari dalam dan disadari sepenuhnya oleh seorang individu akan memilki kecenderungan yang lebih besar untuk bertahan.

4.2         Saran

Manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki akal budi sudah sepantasnya mengembangkan emosinya. Jika seorang individu dapat mencapai kestabilan emosi dan memiliki motivasi yang positif maka ia akan cenderung memiliki kehidupan yang lebih bahagia. Kesadaran diri atas keadaan yang dialami oleh suatu individu adalah hal yang harus dikembangkan dan diterima seutuhnya oleh seorang individu. Menjadikan keadaan yang ia miliki sebagai alat positif untuk mencapai kehidupan yang lebih baik atau mencapai kebahagiaan adalah hal yang harus dikembangkan dan diajarkan kepada setiap individu.



Daftar Pustaka

Arthur Aron, H. F. (2005). Reward, Motivation, and Emotion Systems Associsted With Early-Stage Intense Romantic Love.
Ghullam Handu, Lisa Agustina. (2011). Pengaruh Motivasi Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar IPA di Sekolah Dasar . Studi Kasus terhadap Siswa Kelas IV SDN Tarumanegara Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya, 83.
kbbi.web.id. (n.d.). Retrieved January 19, 2015, from http://kbbi.web.id/manusia
King, L. (2011). The Science of Psychology 2. In L. King, The Science of Psychology 2 (p. 316). New York: Mc Graw-Hill.
Nugraheni, F. (2008). Hubungan Moitvasi Belajar Terhadap Hasil Belajar. Studi Kasus pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi UMK, 2.
Oktawijaya, F. C. (n.d.). Motivasi Belajar pada Anak-Anak yang Berprofesi Sebagai Loper Koran yang Bersekolah.
Suhaimin, T. (2014). Definisi Motivasi: ugmc. Retrieved 12 22, 2014, from http://www.ugmc.bizland.com/ak-definisimotivasi.html
Wallis, C. (2004). The New Science of Happiness.












Minggu, 18 Januari 2015

Ringkasan Jurnal



Summary of Psychology Journal
SMOKING BEHAVIOR ON ADOLESCENTS
ABSTRACT
The study of Smoking Behavior on Adolescents used many kinds of scale. Scale of Parent’s Permissiveness Attitude to smoking behavior, scale of peer influence, Scale of Psychological Satisfaction and Scale of Smoking Behavior. In this study, there were 75 male, aged 15-18 years and smokers.
The hypothesis was that parent’s permissiveness attitude to smoking behavior, scale of peer influence, psychological satisfaction was predictors toward smoking behavior on adolescents. This study showed that parent’s permissiveness and peer influence had the record of 38.4% on the effect of smoking behavior on adolescents.
As we know, smoking has bad effect on human, not only health but wealth also. The content inside a cigarette are tar, nicotine and other harmful ingredients. This kind of harmful ingredients may cause cancer, high blood pressure, lung damage, miscarriage and even death. The price for a box of cigarette is not cheap, how can adolescents afford it when they don’t have any personal income.
A smoker doesn’t only harm himself, but also endanger people around him. For a passive smoker, the risk to get infected is higher than an active smoker because passive smokers have low immunity to dangerous materials.
Even though human know that smoking is dangerous, they still smoke, this kind of activity is called “Phenomenal” because the number of smokers increase every year and the range of age is getting younger. Based on Kurt Lewin, he said that smoking behavior are environmental and individual functions.
Erickson said that adolescents who smoke may experience psychosocial crisis. Adolescents will try to find out what they are, and not all of the society can accept them well. Some adolescents smoke to symbolize (compensatory). Smoking is a symbol of strength, leadership and attractiveness.
Smoking for the first time will have the feeling of coughing, nausea, numb on tongue, but beginner smoker will deny this kind of feeling and finally become a smoker. A smoker is addicted to cigarette because of nicotine and this kind of addiction lead to dependency. Tobacco dependency describes a smoking behavior as an obsessive behavior. If smoker quits, it will cause stress to the smoker. Human are likely avoid discomfort and like to maintain the happiness in life. This theory explains why smokers cannot easily quit. Klinke and Meeker said that smokers’ motive is relaxation. They smoke to release tension, help to concentrate better.
According to Leventhal and Clearly, there are 4 steps in smoking behavior:
1.       Preparatory Stage.
2.       Initiation Stage
3.       Becoming A Smoker Stage
4.       Maintenance of Smoking Stage
Concept of socialization is a process to transmit values and beliefs from previous generation to the next generation. The purpose is to have a value system that can suit norms in society. Relationship in smoking behavior is parents that smoke do not realize that they can be the agent for their kids to follow this smoking behavior.
There are two kinds of social transmission, vertical and horizontal transmission. Vertical transmission is done by parents to their children and horizontal transmission is done by same age friends. In this study, vertical transmission refers to permissive parents toward smoking behavior and horizontal transmission refers to same age friends environmental.
In this research there are 3 factors that cause this smoking behavior on adolescents, psychological satisfaction, permissive parents and same age friends’ effect. Social cognitive learning theory by Bandura can explain this phenomenon.  This theory stated that individual behavior is caused by environmental, individual and cognitive. Smoking behavior is not only caused by imitation and positive reinforcement from family and society but because of consequences consideration of smoking behavior.
Adolescents needs and ego is high, they start to separate themselves from family and start to join with same age group. Need of acceptance to one group often cause adolescents to do anything, to be free from labeling.
HYPOTHESIS
Psychological satisfaction, parents’ permissive behavior toward smoking behavior and same age friends environmental are predictors to adolescents’ smoking behavior.
RESEARCH METHODS
A.      Research Variables’ Identification
1.       Criteria : smoking behavior
2.       Predictors:
a.        parents’ permissive behavior toward smoking
b.      same age friends environmental
c.       psychological satisfaction
B.      Research Variables’ Operational Definition
1.       Smoking behavior is a subject’s activity that can be measured with the intensity, place to smoke, time, and the function of smoking in daily life activity. This kind of measurement showed in Smoking Behavior Scale.
2.       Parents’ permissiveness behavior toward smoking behavior is a family acceptance for smoking. The higher score that a subject get, the bigger possibility of families’ effect on shaping smoking behavior. This measurement will be showed in Scale A
3.       Same age friends’ environmental is to see how many a subject has friends who smoke and they have positive acceptance to smoking behavior. This measurement will be showed in Scale B.
4.       Psychological satisfaction is an impact caused by the effect or happy feeling an individual gets from smoking. This will be showed in Scale C.
C.      Research Subjects
Subjects for this study are smoking male adolescents, age 15-18 years, who lived in Sosrowijayan Wetan Village, students from SMU Kolombo and SMU 9 Yogyakarta. This study involved 90 participants, but only 75 participants can be analyzed. Participants joined this study by their own willingness.
D.      Data Measurement Tool
There are 3 measurement tool used in this study. Scale A is used to measure parents’ permissiveness behavior, Scale B is used to measure same age friends’ environmental, Scale C is used to measure psychological satisfaction and Smoking Behavior Scale by Aritonang (1997).
The trial for this measurement tools is done to 60 students from SMU Pakem.    
E.       Data Analysis Technique
This study used multiple regression technique.

RESULT
The biggest predictor is psychological satisfaction with 40,9%, followed by parents’ permissiveness behavior and same age friends’ environmental with 38,4%. Based on multiple regression analysis, hypothesis cannot be accepted. But environmental factor give big impact to adolescents smoking behavior. This result support Theodorus’ research (1994) that smoker families have a big deal to affect their children to smoke too rather than non-smoker families.
Adolescents feel smoking have positive effect, such as comfort, satisfy, relax and warm. This positive effect has 92,555% than negative effect, such as sleepy, dizzy and bitterness which only has 7.45%.
Psychological satisfaction related to emotional aspects, emotional aspects related to smoking frequency. On the average, the smoker consumed 7 pieces of cigarette each day. In this study, it showed that a person smoke the most when they feel stress.
Based on the data, a adolescents start to smoke when they are in middle high school with 62.67% (early adolescents).

CONCLUSION
Smoking behavior is a learnt behavior. The learning process of smoking has begun since adolescent. Socialization is done vertically in the family and horizontally with friends and environmental. But the biggest contribution is psychological satisfaction and emotional consideration.

ADVICES
1.       If parents do not want their children to smoke then don’t smoke or don’t give positive reinforcement toward a smoking adolescents
2.       Parents should be cautious with their children ‘s friends
3.       Give affection rather than preventive or curative acts.